BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pada masa orde baru kata-kata pembangunan, merupakan kata-kata yang sangat familiar di kalangan rakyat Indonesia pada masa itu, hingga Presiden Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I s.d VII merupakan program pemerintah yang berkelanjutan dalam rangka mempertahankan kekuasaan hingga 32 tahun yang berakhir pada tahun 1998, yaitu tumbangnya orde baru digantikan dengan orde reformasi.
Pada masa orde reformasi ini, pembangunan tetap dilaksanakan dengan menitik beratkan pada pemulihan ekonomi, meningkatkan kehidupan berdemokrasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam IPTEK khususnya di bidang teknologi , informasi dan komunikasi (TIK).
Membangun masyarakat berpengetahuan adalah membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mempunyai visi dan wawasan iptek sebagai bekal untuk menghadapi abad ke-21. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, hasrat untuk menggali dan mengembangkannya, perlu secara terus-menerus ditumbuhkan, sehingga membudaya dalam kehidupan masyarakat. Dengan begitu, maka upaya menciptakan dan membangun sebuah masyarakat berpengetahuan akan menjadi kesadaran kolektif. Tanpa berbekal visi dan wawasan iptek, sulit rasanya kita bisa survive dalam memasuki era global yang penuh tantangan dan sangat kompetitif itu. Sehubungan dengan hal tersebut, agenda utama bangsa kita adalah membangun basis kepemimpinan yang berwawasan dan visioner, serta berlandaskan pada iptek. Kepemimpinan yang demikian tentu akan lebih kuat dan mampu menjangkau masa depan yang jauh. Ada ungkapan bijak dari seorang filsuf yang patut kita camkan yaitu: ”leadership must be base on knowledge.”
Perubahan peradaban menuju masyarakat berpengetahuan (knowledge society). menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT Literacy Skills). Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan: (1) melek teknologi dan media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4) memecahkan masalah; dan (5) berkolaborasi.
Menyadari peran strategis pendidikan dalam mewujudkan masyarakat berpengetahuan tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional ( Kemendiknas ) telah melakukan berbagai kegiatan yang didalamnya termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan TIK untuk memperluas akses terhadap pendidikan bermutu dan meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Untuk mempercepat pendayagunaan dan pemanfaatan TIK untuk pendidikan telah dilakukan berbagai upaya untuk mendorong akselerasi dan peningkatan “ICT literacy skills” menuju “knowledge-based society”. Sehingga dalam program 100 hari Kemendiknas Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang pertama adalah penyediaan internet secara massal di sekolah.
B. Ruang Lingkup.
Makalah ini berjudul Pembangunan Masyarakat Berpengetahuan ( Knowledge Society ), isinya membahas tentang:
1. Kerangka teori tentang pembangunan.
2. Kerangka teori tentang masyarakat berpengetahuan.
3. Kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan C. Tujuan.
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan.
2. Memahami konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan.
3. Menjadi bagian dari pembangunan masyarakat berpengetahuan.
D. Manfaat.
Tantangan masyarakat abad 21 ini sangat kompetitif dalam segala bidang,maka kita dituntut agar menjadi bagian dari pembangunan masyarakat berpengetahuan, manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Akademisi : memahami dan menjadi bagian dari pembangunan masyarakat berpengetahuan.
2. Bagi Masyarakat : dapat memotivasi agar segera ambil bagian dalam pembangunan masyarakat berpengetahuan dan dapat bersaing dengan bangsa lain pada era globalisasi ini.
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Kerangka Teori Pembangunan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, merupakan rangkaian upaya untuk mewujudkan manusian seutuhnya, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. Pembangunan manusia sebagai insan dan sumber daya pembangunan, adalah menekankan harkat, martabat, hak dan kewajiban manusia. Pembangunan manusia sebagai insan tidak terbatas pada kelompok umur tertentu, tetapi berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia.
Pengertian pembangunan sebagai suatu proses, akan terkait dengan mekanisme sistem atau kinerja suatu sistem. Menurut Easton (dalam Miriam Budiardjo, 1985), proses sistemik paling tidak terdiri atas tiga unsur: Pertama, adanya input, yaitu bahan masukan konversi; Kedua, adanya proses konversi, yaitu wahana untuk ”mengolah” bahan masukan; Ketiga, adanya output, yaitu sebagai hasil dari proses konversi yang dilaksanakan. Proses sistemik dari suatu sistem akan saling terkait dengan subsistem dan sistem-sistem lainnya termasuk lingkungan internasional.
Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan menghasilkan keluaran (output) pembangunan, kualitas dari output pembangunan tergantung pada bahan masukan (input), kualitas dari proses pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh lingkungan dan faktor-faktor alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya adalah sumber daya manusia, yang dalam bentuk konkritnya adalah manusia. Manusia dalam proses pembangunan mengandung beberapa pengertian, yaitu manusia sebagai pelaksana pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan, dan manusia sebagai sasaran dari proses pembangunan.
Menurut Totok Mardikanto, pembangunan didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat, terutama untuk jangka panjang.
Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses pemecahan masalah, baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang birokrasi pemerintah, di kalangan peneliti dan penyuluh, maupun masalah-masalah yang dihadapi oleh warga masyarakat.
Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima manfaat (beneficiaries) pembangunan. Sedangkan definisi kedua menyiratkan bahwa pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, melainkan diperuntukkan pula bagi segenap stakeholder. Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan merubah “keadaan” (rehabilitasi dan rekonstruksi—pen) masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi. Maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.
B. Kerangka Teori Masyarakat Berpengetahuan
Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan (Knowledge Society) adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan pada proses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakat berpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiap generasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akan berbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untuk mencapainya. Sifat sabar adalah penyeimbang sikap kerja keras tadi, bahwa setiap proses itu harus dinikmati kinerjanya, hingga bisa merasakan hasilnya, selalu ada variabel ruang dan waktu. Dimana sebelum bergerak menjauh, harus ada satu langkah awal kecil yang dijalankan.
Menurut Drucker (1994), knowledge society adalah sebuah masyarakat dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi. Ciri-ciri masyarakat berpengetahuan adalah:
- Mempunyai kemampuan akademik
- Berpikir kritis
- Berorientasi kepada pemecahan masalah
- Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran yang lama-lama dan belajar lagi untuk hal-hal yang baru
Mempunyai keterampilan pengembangan individu dan sosial (termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika, pengertian secara luas akan masyarakat dan dunia) (Manuwoto, 2005)
Dalam masyarakat berpengetahuan, bukanlah individu yang berkinerja, tetapi organisasi yang berkinerja. Seorang dokter misalnya, tentu mempunyai banyak pengetahuan. Tetapi dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa pengetahuan yang diberikan oleh disiplin ilmu lainnya, yaitu fisika, kimia, genetika, dan lain sebagainya. Dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa hasil-hasil tes yang dilakukan oleh para ahli laboratorium tes darah, X-ray (rontgen), scanning otak, dan lain-lain. Di sisi lain, berbagai keahlian tertentu, seperti seorang dokter bedah syaraf, contoh dari knowledge worker, hanya bisa dihasilkan dari sekolah formal. Dengan demikian pendidikan menjadi pusat dari masyarakat berpengetahuan dan sekolah merupakan institusi kuncinya. Pernyataan itu diperkuat oleh Noel Dempsey (Minister for Education and Science, Ireland, 2004) bahwa untuk bisa kompetitif dalam ekonomi berpengetahuan global (global knowledge economy), semua pengambil keputusan untuk publik harus fokus pada pendidikan sebagai faktor kunci dalam memperkuat daya saing, lapangan kerja dan keterpaduan sosial. Drucker (1994) memperkuat kesimpulan itu dengan menyatakan bahwa pekerja berpengetahuan lebih mempunyai kesempatan memperoleh akses terhadap pekerjaan dan posisi sosial melalui pendidikan formal (Drucker, 1994).
Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk memberikan kepada setiap orang kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya sampai maksimum, baik sebagai individu maupun sebagai seorang anggota masyarakat. Seorang yang berpendidikan akan menjadi seseorang yang telah belajar bagaimana untuk belajar, dan keseluruhan masa kehidupannya terus belajar, terutama masuk dan keluar dari pendidikan formal (Drucker, 1994).
Transformasi dari struktur masyarakat yang ada, dengan pengetahuan sebagai sumber daya utama untuk pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan dan sebagai faktor dari produksi, merupakan basis untuk menandai masyarakat modern yang maju sebagai sebuah "masyarakat berpengetahuan." Dalam sebuah masyarakat berpengetahuan ukuran-ukuran lama dalam persaingan seperti biaya tenaga kerja, sumbangan sumber daya dan infrastruktur digantikan oleh dimensi-dimensi seperti paten, penelitian dan pengembangan, serta ketersediaan pekerja berpengetahuan.
Untuk masyarakat berpengetahuan, jelas semakin banyak dibutuhkan penguasaan pengetahuan, terutama pengetahuan tingkat lanjut. Pengetahuan itu dibutuhkan oleh orang-orang yang pasca usia sekolah, dan kebutuhan itu terus meningkat, di dalam dan melalui proses pendidikan yang tidak berpusat pada sekolah tradisional, tetapi pendidikan berkelanjutan yang sistematik yang ditawarkan pada tempat bekerja.
Dalam masyarakat berpengetahuan, akses terhadap kepemimpinan terbuka untuk semua orang. Akses terhadap kemahiran dari pengetahuan tidak lagi tergantung kepada perolehan pendidikan yang ditentukan pada usia tertentu. Pembelajaran akan menjadi alat dari individu yang tersedia baginya pada usia berapa pun, karena begitu banyak keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh dengan cara-cara pemanfaatan teknologi pembelajaran baru. Implikasi lainnya adalah bahwa kinerja dari seorang individu, sebuah organisasi, sebuah industri atau sebuah negara dalam perolehan dan penerapan pengetahuan akan meningkat menjadi faktor kunci persaingan untuk berkarir dan memperoleh kesempatan dari para individu untuk berkinerja. Masyarakat berpengetahuan akan tak terelakkan menjadi jauh lebih kompetitif daripada masyarakat di masa-masa yang lalu. Dengan pengetahuan yang dapat diakses secara universal tidak ada alasan untuk tidak berkinerja. Tidak akan ada negara-negara miskin. Hanya akan ada negara-negara yang terabaikan.
Pusat kekuatan tenaga kerja dalam masyarakat berpengetahuan akan terdiri dari orang-orang dengan spesialisasi yang tinggi. Dalam dunia kerja berpengetahuan, orang-orang dengan pengetahuan mempunyai tanggung jawab untuk membuat dirinya dimengerti oleh orang-orang yang tidak mempunyai basis pengetahuan yang sama. Sebenarnya investasi dalam masyarakat berpengetahuan bukanlah dalam mesin-mesin dan peralatan. Tetapi dalam pengetahuan dari pekerja berpengetahuan. Tanpa itu, mesin-mesin yang sangat maju dan canggih, tidak akan produktif.
Pengetahuan dalam masyarakat berpengetahuan haruslah sangat mempunyai spesialisasi untuk menjadi produktif. Ini mengakibatkan dua persyaratan baru: 1. pekerja berpengetahuan bekerja dalam kelompok-kelompok; dan 2. pekerja berpengetahuan harus mempunyai akses terhadap sebuah organisasi yang, dalam kebanyakan kasus, artinya pekerja berpengetahuan harus menjadi pekerja dari sebuah organisasi.
Karena masyarakat berpengetahuan mensyaratkan sebuah masyarakat dari berbagai organisasi, yang organ sentral dan khususnya adalah manajemen. Semua organisasi itu membutuhkan manajemen apakah mereka menggunakan istilah itu atau tidak. Semua manajer mengerjakan hal yang sama apa pun bisnis dari organisasi mereka. Para manajer itu harus membawa orang-orang yang masing-masing mempunyai pengetahuan yang berbeda, bersama untuk berkinerja bersama. Intisari dari manajemen adalah membuat pengetahuan menjadi produktif (Drucker, 1994).
C. Kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan
Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah bentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artian pengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untuk mengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup di institusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang, yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuan untuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society).
Fakta yang terjadi sekarang ini bahwa negara-negara industri menjadi masyarakat berbasis pengetahuan. Timbul pertanyaan tentang peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif dalam dunia yang berkembang. Sebuah kesimpulan sentral adalah bahwa TIK dapat memberikan kontribusi utama terhadap pengembangan berkelanjutan, tetapi peluang ini akan diikuti oleh resiko utama. Sebagai contoh, negara-negara yang sangat lamban perkembangannya menghadapi resiko yang besar dari keterasingan karena mereka sering kurang kemampuan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengambil kelebihan dari inovasi dalam TIK. Negara-negara berkembang perlu mencari jalan untuk mengkombinasikan kompetensi mereka dalam teknologi dan sosial yang ada, jika mereka ingin mengambil keuntungan dari banyak kelebihan potensial dari TIK.
Pembangunan masyarakat berpengetahuan adalah sebuah proses yang kompleks dalam mengkombinasikan unsur-unsur teknologi dan sosial (termasuk kompetensi sumber daya manusianya) dalam cara yang produktif, untuk menciptakan infrastruktur informasi nasional. Berbagai strategi untuk membangun infrastruktur informasi nasional haruslah lebih daripada pernyataan-pernyataan tentang apa yang harus dilakukan. Para pengambil keputusan harus berorientasi pada aksi dan dibiayai dengan tepat.
Untuk negara-negara berkembang, membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif melibatkan berbagai inisiatif dalam dua area utama - pembangunan infrastruktur TIK yang pokok, dan penciptaan kondisi-kondisi yang akan mendorong pembangunan berbagai kompetensi sosial dalam bidang-bidang tertentu. Indonesia sebagai negara agraris justru masih minim dalam penyediaan informasi dan pengetahuan praktis dan strategis yang relevan dengan bidang pertanian. Padahal untuk mengangkat masyarakat agraris (petani) konvensional menjadi petani berpengetahuan adalah dengan penyediaan sistem repositori pengetahuan yang mudah dan merata dijangkau oleh masyarakat. Disini peran TIK dapat didayagunakan untuk tujuan pemberdayaan sumberdaya manusia yang berpengatahuan dan profesional (Seminar 2002, Seminar 2004, Seminar 2005). Level konsumsi informasi dengan berbagai interaksi dengan melihat, membaca, mendengar, dan berbuat (by seeing, reading, hearing, and doing) berbasis TIK (Seminar 2002, Seminar 2004) harus diakomodir melalui perpustakaan. Investasi dalam infrastruktur TIK perlu dilakukan secara paralel dengan investasi dalam berbagai kompetensi sosial yang timbul dari infrastruktur sosial dan institusional, termasuk pendidikan dan pengetahuan teknis, begitu juga dengan institusi-institusi politik, ekonomi, kultural, dan sosial di negara-negara berkembang. Namun demikian, investasi pada akumulasi teknologi dan keterampilan tidak menjamin bahwa berbagai strategi untuk membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif akan efektif atau masuk akal.
Banyak kesempatan untuk semua negara di tahun-tahun mendatang untuk memanfaatkan yang terbaik dari potensi yang ditawarkan oleh TIK dalam mendukung sasaran pengembangan utama mereka. Hal itu berlaku untuk sasaran pada peningkatan mutu kehidupan dan keberlanjutan lingkungan di negara-negara industri. Itu juga berlaku untuk sasaran pada pengurangan kemiskinan dan menyumbang pada pengembangan berkelanjutan di negara-negara terbelakang dan berkembang. Pemanfaatan berbagai sarana TIK secara inovatif bisa memberikan titik awal untuk pengembangan "masyarakat berpengetahuan" secara inovatif.
Peran potensial dari TIK di negara-negara berkembang: 1) TIK merupakan sarana untuk pengembangan, tetapi penggunaan yang efektif mensyaratkan investasi dari kombinasi kompetensi sosial dan teknologi; 2) Pemanfaatan TIK akan memberikan keuntungan terhadap investasi yang jauh lebih baik; 3) Kemampuan untuk menggerakkan investasi dalam TIK dan pemanfaatannya secara efektif berbeda pada masing-masing negara berkembang; 4) Idealnya, investasi-investasi tersebut diusahakan simultan, tetapi bila tidak mungkin, investasi dalam kompetensi sosial seharusnya diprioritaskan; 5) kemitraan yang baru dibutuhkan sehubungan dengan berbagai koordinasi, mobilisasi investasi, mengatasi berbagai masalah sosial di negara-negara berkembang.
Tantangan untuk pengambil keputusan negara berkembang adalah menciptakan kerangka kebijakan yang membangkitkan, mendukung, dan membebaskan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan TIK untuk menghasilkan pengetahuan dan sumber daya lainnya yang bermanfaat.
Masyarakat Indonesia masih belum mencapai knowledge society. Lihat saja tenaga kerja Indonesia yang mencari kerja di negara-negara lain, mereka menjadi buruh, pembantu rumah tangga, supir, bukan knowledge worker. Akibatnya mereka banyak diperlakukan dengan kasar, tidak adil, bahkan ada yang upahnya tidak dibayar. Sementara di dalam negeri, pemilihan kepala daerah saja menjadi ajang perkelahian. Berbagai kekerasan terjadi akibat hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Disamping itu masyarakat masih ditimpa oleh berbagai bencana alam, bencana penyakit yang banyak memakan korban jiwa. Mengapa semua itu terjadi ? Salah satunya adalah akibat dari masyarakat kita tidak berpengetahuan, belum menjadi knowledge society.
Bila tenaga kerja kita sudah menjadi knowledge worker, mereka bisa bekerja di kantor-kantor dengan upah yang tinggi, menjadi perawat di rumah sakit yang masih dibutuhkan di berbagai negara dengan bayaran yang tinggi. Bila masyarakat kita sudah berpengetahuan, mereka tidak mudah dihasut, tidak mudah dirayu dengan money politic. Mereka memilih para calon kepala daerah dengan kesadaran akan akibat yang timbul bila mereka memilih orang yang salah. Masyarakat yang berpengetahuan sudah memiliki informasi gejala-gejala alam sebelum adanya bencana yang lebih dahsyat. Mereka sudah dapat menjaga lingkungan dengan lebih baik, agar kesehatan mereka terjaga. Mereka tidak tinggal diam bila pemerintahnya melakukan hal-hal yang merusak lingkungan, dan pemerintahnya tidak bisa memaksakan kehendaknya secara semena-mena.
Menurut para pakar, salah satu kunci membangun knowledge society adalah melalui pendidikan. Selain pendidikan formal, informal dan non-formal, masyarakat pun memerlukan pendidikan berkelanjutan (life long education).
BAB II
KESIMPULAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, merupakan rangkaian upaya untuk mewujudkan manusia seutuhnya, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. Pembangunan manusia sebagai insan dan sumber daya pembangunan, adalah menekankan harkat, martabat, hak dan kewajiban manusia. Pembangunan manusia sebagai insan tidak terbatas pada kelompok umur tertentu, tetapi berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia.
Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan merubah “keadaan” (rehabilitasi dan rekonstruksi—pen) masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi. Maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.
Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah bentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artian pengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untuk mengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup di institusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang, yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuan untuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society).
Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan (Knowledge Society) adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan pada proses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakat berpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiap generasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akan berbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untuk mencapainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir & Terra CH. 2003. Pengenalan Teknologi Informasi. Andi Offset. Yogyakarta
Budi Sutejo Dharma, S.Kom. 2002. e-Educationn. Andi Offset. Yogyakarta.
Dedi Supriadi, Prof. DR, 2004. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Zamroni. DR. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Bigraf Publishing. Yogyakarta.